Mampukah Indonesia Mencapai ZERO Diskriminasi HIV Pada 2030?

Oleh : Krisna Livia, S.H.

MITRAHUMAS.COM | Perjalanan Indonesia menuju ‘Ending AIDS 2030’ sesuai dengan komitmen pemerintah dalam penanggulangan HIV, ternyata masih menemukan berbagai tantangan dan hambatan.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dr. Imran Pambudi, MPH menyampaikan bahwa saat ini kelompok berusia 25-49 tahun memiliki porsi terbesar sebanyak 70,4% dalam temuan kasus HIV.

Angka ini kemudian diikuti oleh kelompok usia 20-24 tahun sebanyak 15,9%. Meski demikian, semakin menurunnya angka temuan kasus HIV baru pada beberapa tahun terakhir, menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia mungkin mencapai target.

Berbagai upaya untuk menyamakan persepsi dan tujuan telah dilakukan termasuk melibatkan peran berbagai sektor pemerintah. Namun, kerap ditemukan pemahaman atau “perspektif miring” yang keliru dari stakeholder di luar area kesehatan tentang HIV.

Hal ini disinyalir terjadi karena program penanggulangan HIV selama ini hanya menyasar pada pengguna narkotika, pekerja seks, Lelaki Seks Lelaki, Waria dan kelompok lainnya yang masih dianggap amoral bagi sebagian masyarakat. Sehingga mengentalkan nuansa stigma dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok sasaran ini dalam program program-program HIV di Indonesia.

Kasus HIV ditemukan pertama kali pada 1960 di Afrika dan diumumkan ke publik di Amerika pada 1981 hingga ditemukan pertama di Indonesia (Bali) pada 1987. Penanganan HIV selalu dimunculkan dengan wajah diskriminasi. Hal ini sebagai akibat dari cap buruk (stigma) terhadap perilaku yang menimbulkan resiko penularan HIV.